Monday, November 19, 2007

Just for fun


Suatu hari aku dipanggil pimpinanku ke dalam ruangannya. Aku
menduga-duga apa gerangan sebabnya aku dipanggil mendadak begini.

"Duduk, Dik. Tunggu sebentar ya," katanya sambil meneruskan membaca
surat-surat yang masuk hari ini.

Setelah selesai membaca satu surat barulah dia menatapku.

"Begini Dik Anto, besok hari libur nasional. Hari ini apa yang masih
harus diselesaikan?" tanyanya.

Aku berpikir sejenak sambil mengingat apalagi tugas yang harus
kuselesaikan segera hari ini.

"Rasanya sih sudah tidak ada lagi yang mendesak pak, ada beberapa
proposal dan rencana kerja yang harus saya buat, tapi masih bisa ditunda
sampai minggu depan. Ada apa Pak?" tanyaku.
"Anu, ada tamu dari Kalimantan, namanya Pak Jainudin, panggil aja Pak
Jay. Sebenarnya bukan untuk urusan kantor kita sih. Hanya kebetulan saja
pas dia ada di sini, jadinya sekalian aja. Dia menginap di Bekasi. Tadi
dia telpon katanya minta tolong agar diantarkan surat yang kemarin Dik
Anto buat konsepnya untuk dipelajari, jelaskan aja detailnya. Nanti Dik
Anto antar saja ke sana dan bayar bill hotel beliau. Layani sampai
selesai urusannya, kalau perlu nanti nggak usah kembali ke kantor. Besok
beliau kembali. Kalau mobil kantor pas kosong, pakai taksi aja soalnya
ini penting. Uangnya ambil di kasir!" katanya sambil memberikan memo
kepadaku untuk ambil uang di kasir.

Bergegas aku ke kasir sambil cek di resepsionis ada mobil kantor lagi
kosong atau tidak. Ternyata semua mobil lagi dipakai. Jadi aku naik
taksi ke Bekasi.

Setelah sampai di hotel yang dituju, aku segera menemui Pak Jay, dan
menyerahkan berkas yang dimaksud. Setelah dia bertanya tentang detail
dari berkas tadi, dia katakan bahwa dia sudah mengerti dengan isinya dan
setuju. Hanya ada perbaikan redaksional saja.

"OK Dik, nanti saya kabari. Begini saja, konsep ini saya bawa dulu.
Perbaikannya nanti menyusul saja. Hanya redaksional kok. Isinya saya
sudah paham dan prinsipnya setuju," katanya.
"Oh ya pak, pimpinan saya sampaikan bahwa bill hotel bapak biar kami
yang selesaikan," kataku.
"Aduh, jadi merepotkan. Sampaikan terima kasih dan salam untuk
pimpinanmu, Pak Is" katanya sambil menyalamiku.
"Baik Pak nanti saya sampaikan, selamat jalan".

Aku kemudian membereskan bill di front office. Tiba-tiba saja petugas
hotel memanggilku.

"Maaf Pak Anto ya? Ini Pak Jay mau bicara," katanya sambil menyerahkan
gagang telepon. Kuterima gagang telepon dan dari seberang Pak Jay
berkata"Dik, saya lupa kasih tahu. Kebetulan semua urusan saya selesai
hari ini jadi saya bisa pulang siang nanti. Dik Anto tunggu sebentar di
bawah ya!"

Aku menunggu Pak Jay turun ke lobby. Sebentar kemudian dia sudah datang
dan minta dipanggilkan taksi. Kupanggilkan taksi, dia naik dan katanya.

"Terima kasih banyak lho bantuannya".

Aku menggangguk dan tersenyum saja. Setelah taksinya pergi, aku berpikir
kalau dia jadi pulang, sementara bill sudah dibayar penuh sampai besok,
sayang rasanya. Biar aja kuisi kamarnya sampai besok, toh besok juga
libur. Aku lapor ke resepsionis.

"Mbak, Pak Jay sudah check out, saya pakai kamarnya sampai besok. Tapi
tolong beresin dulu kamarnya, saya mau jalan dulu sebentar. Boleh kan?"
kataku.
"Boleh pak, silakan saja," katanya sambil tersenyum.

Akhirnya saya keliling-keliling di Kota Bekasi. Nggak ada yang aneh sih.
cuma sudah lama saja tidak ke Bekasi. Setelah beberapa lama, capek juga
rasanya badanku. Aku akhirnya masuk ke sebuah panti pijat tradisional.
Siapa tahu dapat massage girl yang oke, setelah dipijat nanti gantian
kita yang memijatnya.

Seperti biasa begitu masuk di ruang depan aku disodori foto-foto close
up yang cantiknya mengalahkan artis. Mbak yang jaga mengomentari sambil
sekalian promosi. Si A pijatannya bagus dan orangnya supel, Si B agak
cerewet tapi cantik, Si C hitam manis dan ramah dan lain-lainnya. Aku
sih tidak tertarik dengan promosinya. Pilihanku biasanya berdasarkan
feeling saja.

Pada saat lihat-lihat foto, ada wanita yang masuk. Kulihat sekilas,
kalau dia massage girl di sini aku pilih dia saja.

Kutanya pada yang jaga, " Mbak, yang tadi barusan lewat kerja di sini
juga?"
"Ya Mas, dia baru minta ijin keluar sebentar tadi. Katanya ada sedikit
keperluan," jawabnya.
"Boleh pijat sama dia Mbak?" tanyaku lagi.
"Boleh saja, tapi tarif untuknya agak tinggi sedikit," katanya sambil
tersenyum kemudian menyebutkan rupiah yang harus kusediakan.

Kuiyakan dan disuruhnya aku masuk ke kamar VIP, ada AC-nya meskipun
berisik dan tidak terlalu dingin. Sambil menunggu di dalam kamar,
kuamat-amati sekelilingku. Sebuah kamar berukuran 3 X 2 meter dengan
sebuah spring bed untuk satu orang dan sebuah meja kecil yang di atasnya
ada cream pijat dan handuk. Pintunya ditutup dengan korden kain sampai
ke lantai. Kulepaskan pakaianku tinggal celana dalam saja. Iseng-iseng
kubuka laci meja kecil di sampingku. Ada kotak "25" yang sudah kosong.

Tidak lama kemudian gadis pemijat yang kupesan sudah muncul. Kuamati
lagi dengan lebih teliti. Lumayan. Kulitnya putih, tinggi (untuk ukuran
seorang wanita) dengan perawakan seimbang. Ia mengenakan celana panjang
hitam dan kaus putih. BH-nya yang berwarna hitam nampak jelas membayang
di badannya.

"Selamat siang," sapanya sambil menutup korden dan mengikatkan
pinggirnya pada kaitan di kusen pintu.
"Siang," jawabku singkat.
"Silakan berbaring tengkurap Mas, mau diurut atau dipijat saja".
"Punggungku dipijat saja, kaki dan tangan boleh diurut".

Aku berbaring di atas spring bed. Ia mulai memijat jari dan telapak kakiku.

"Namanya siapa Mbak?" tanyaku.
"Apa perlunya Mas tanya-tanya nama segala. Mas kerja di Sensus ya?"
Jawabnya sambil tersenyum. Meskipun jawabannya begitu tapi dari nada
suaranya dia tidak marah.

Akhirnya sambil memijat aku tahu namanya, Wati, berasal dari Palembang.
Pijatannya sebenarnya tidak terlalu keras. Sepertinya dia pernah belajar
tentang anatomi tubuh manusia sehingga pada titik-titik tertentu terasa
agak sakit jika dipijat.

"Aduh.. Pelan sedikit dong!" teriakku ketika dia memijat bagian betisku.
"Kenapa Mas, Sakit? Kalau dipijat sakit berarti ada bagian yang memang
tidak beres. Coba bagian lain, meskipun pijatannya lebih keras tapi kan
nggak sakit".

Kupikir benar juga pendapatnya. Aku sedikit pernah baca tentang pijat
refleksi yang membuka simpul syaraf dan melancarkan aliran darah
sehingga metabolisme tubuh kembali normal. Ia memijat pahaku.

"Hmmhh.. Ada urat yang sedikit ketarik Mas. Pasti beberapa hari ini adik
kecilnya tidak bisa bangun secara maksimal," katanya.

Memang beberapa hari ini, entah karena kelelahan bekerja atau sebab lain
sehingga pada pagi hari saat bangun tidur adik kecilku kondisinya kurang
tegang. Aku tidak terlalu memperhatikan karena pikiran memang lagi fokus
untuk menyelesaikan pekerjaan minggu ini. Tangannya beberapa kali mulai
menyenggol kejantananku yang terbungkus celana dalam. Tapi herannya aku
sama sekali nggak terangsang. Kucoba untuk menaikkan pantatku dengan
harapan tangannya bisa lebih ke depan lagi, tapi ditekannya lagi pantatku.

"Sudahlah, Mas diam saja nanti nggak jadi pijat," katanya.

Kali ini tangannya benar-benar meremas adik kecilku. Tapi sekali lagi
aku heran, karena nggak bisa terangsang. Tangannya kini memijat
pinggangku. Ibu jarinya menekan pantatku bagian samping dan jari lainnya
memijat-mijat sekitar kandung kemih.

"Penuh.. Beberapa hari pasti tidak dikeluarkan ya Mas? Maklum adiknya
juga lagi nggak fit," komentarnya agak ngeres.

Lagi-lagi tebakannya benar. Aku tidak tahu dia asal tebak atau memang
ada ilmunya untuk hal-hal seperti itu.

"Hhh.." kataku ketika ia mulai menekan punggungku, kemudian terus sampai
tengkuk.

Aku mulai merasa rileks dan mengantuk. Enak juga pijatannya. Kini kakiku
diurutnya dengan cream pijat. Sampai di dekat pahaku dia berkata"Tahan
sedikit Mas, agak sakit memang". Tangannya dengan kuat mengurut paha
bagian dalamku. Terasa sakit sekali.

"Uffpp.. Haahh," kataku sambil menahan sakit.

Kepalaku kubenamkan ke bantal. Setelah kedua belah pahaku diurut terasa
ada perbedaan. Kejantananku mulai bereaksi ketika tangannya menyusup ke
bawah pahaku. Pelan tapi pasti kejantananku mulai membesar sehingga
terasa mengganjal. Aku agak menaikkan pantatku untuk mencari posisi yang
enak. Kali ini dibiarkannya pantatku naik dan tanganku meluruskan
senjataku pada arah jam 12.

"Balik badannya, dadanya mau dipijat nggak?"

Kubalikkan badanku. Kulihat keringat mulai menitik di lehernya. Untung
ada AC, meskipun tidak bagus, sedikit menolong. Wati mengusap-usap dadaku.

"Badanmu bagus Mas, dadanya diurut ya?"
"Nggak usah, tanganku aja deh diurut," kataku.

Ia duduk di sampingku dengan kaki menggantung di samping ranjang. Ketika
ia meluruskan dan mengurut tanganku kupegang dadanya. Lumayan besar,
tapi agak kendor.

"Tangannya.." katanya mengingatkanku.

Tidak berapa lama ia sudah selesai memijat dan mengurut badanku. Aku
meregangkan badan. Terasa lebih segar.

"Sebentar saya ambil air dulu Mas," ia keluar kamar dan kembali dengan
membawa air hangat dan handuk kecil.

Dicelupkannya handuk kecil ke dalam air hangat dan dilapnya seluruh
tubuhku sampai bekas cream pijat hilang. Kemudian dilapnya badanku
sekali lagi dengan handuk yang ada di atas meja kecil. Aku kembali
terangsang ketika dia melap dadaku. Kuperhatikan dia dan kupegang
tangannya di atas dadaku. Ia memutar-mutarkan tangannya yang dibalut
handuk.

"Kenapa Mas," bisiknya.
"Ingin dikeluarin supaya nggak penuh dan meluap terbuang," kataku.

Ia menggerakkan tangan, kode untuk mengocok penisku.

"Nggak boleh emangnya disini ya? Ini apa?" tanyaku sambil membuka laci
meja dan menunjukkan kotak "25" yang kosong tadi.
"Mas ini tangannya usil deh. Bukan begitu Mas, bos lagi ada di sini. Dia
kesini seminggu dua kali. Dia melarang kami untuk begituan dengan tamu,
katanya belakangan ini sering ada razia," jawabnya.

Kami diam beberapa saat, tensiku sudah mulai turun.

"Begini saja Mas, kebetulan saya juga lagi ingin dan Mas sebenarnya
sesuai dengan seleraku dan rasanya bisa memuaskanku. Sekali-sekali ingin
juga menikmati kesenangan. Nanti malam saja kita ketemu setelah jam 10
malam, sini sudah tutup".

Kutanya berapa tarifnya untuk semalam.

"Jangan salah kira Mas, tidak semua wanita pemijat hanya ingin uang
saja. Sudah kubilang kalau kita nanti bisa take and give. Just for fun".

Busyet.. Entah benar entah tidak bahasa yang diucapkannya aku tidak
peduli. Malam ini aku dapat pemuas keinginanku yang tertahan selama
beberapa hari. Kukatakan nanti setelah selesai kerja kutunggu di hotel
tempatku menginap.

Aku kembali ke hotel dan mandi. Sekilas ada keinginanku untuk
berswalayan-ria. Tapi kutahan, takut nanti malam jadi kurang greng.
Setelah mandi aku kembali jalan di sekitar hotel. Jalan mulai macet,
karena jam pulang kantor sudah lewat. Cuaca agak mendung dan tak lama
turun gerimis. Kupercepat langkahku, tapi gerimis sudah mulai lebat.
Untung ada sebuah warung tenda. Sekilas kubaca tersedia STMJ. Boleh juga
nih, hitung-hitung persiapan nanti malam. Kupesan satu gelas. Kuseruput
perlahan. Rasa hangat menjalari tubuhku. Jahenya terlalu pedas, kulirik
penjualnya.

"Di sini STMJ-nya asli Mas, alami. Bukan buatan pabrik jamu, melainkan
saya buat sendiri. Jahenya memang sengaja agak banyak biar badan jadi
sehat dan tidak mudah masuk angin," katanya seolah membaca pikiranku.
Kutunggu minumanku agak dingin. Ternyata ramai juga warung ini. Mungkin
juga akibat ramuan Bapak penjualnya yang membuatnya dengan bahan alami.

Kembali ke hotel meskipun dengan pakaian sedikit basah, namun kesegaran
pijatan dan STMJ membuatku tidak takut masuk angin. Aku tidak bawa
pakaian ganti karena niatnya tidak menginap, hanya melayani tamu kantor.
Kulepas bajuku dan dengan tetap memakai celana panjang kubaringkan
tubuhku ke ranjang yang empuk. Enak juga jadi orang kaya. Menginap di
tempat yang empuk dan berAC. Namun kupikir lagi, ternyata hidup ini enak
kalau dijalani dengan senang hati. Orang kaya yang punya jabatan tentu
tingkat stressnya lebih tinggi dan belum tentu mereka dapat menikmati
semua yang ada padanya. Mungkin cocok juga aku jadi filsuf, pikirku
begitu sadar dari lamunanku.

Kulihat jam dinding menunjukkan pukul delapan kurang sepuluh menit.
Masih ada waktu tiduran dua jam setelah seharian pikiranku agak capek.
Badan sih tidak apa-apa, hanya pikiran yang perlu istirahat.

Setengah tertidur aku mendengar ketukan di pintu.

"Tok.. Tok.. Tok..
"Mas Anto, ini Wati," terdengar suara dari luar.

Upss, aku melompat dari ranjang dan membuka pintu. Setelah kubuka pintu
aku tertegun sejenak. Wati tetap memakai kaus yang tadi siang dipakainya
dibungkus dengan sweater dan celananya sudah ganti dengan jeans. Sepatu
dengan hak tinggi membuat dia tampak lebih tinggi dan langsing. Kacamata
bening nangkring di hidungnya yang sedang. Wajahnya dihiasi dengan make
up tipis. Kalau dilihat sekilas seperti Yurike Prastica.

Wati masuk dan melepaskan sweaternya. Aku menutup pintu, menguncinya dan
duduk di atas ranjang, lalu ia duduk di sampingku. Saat itu aku masih
termangu, tapi penisku bereaksi lebih cepat dan langsung saja tegak
dengan kerasnya. Wati melihat kebawah, ia sengaja melihat dan meraba,
mengusap serta memainkan penisku.

Aku mulai bergairah tetapi hanya diam menunggu aksinya. Kurebahkan
tubuhku ke tempat tidur, ia terus memainkan penisku. Dilepasnya kacamata
dan diletakkan di meja samping ranjang. Ia berdiri dan melepaskan celana
panjangnya. Pahanya yang mulus terpampang di depanku. Kudorong ia dan
kupepetkan ke dinding sambil berciuman lembut. Ia mengerang kecil"
Ngghngngh..".

Tangannya membuka celana panjangku dan menariknya ke bawah. Tangannya
meremas penisku dan mengeluarkannya dari celana dalamku. Ia bergerak
sehingga aku yang dipepetnya di dinding. Dalam posisi setengah jongkok
ia mulai mengulum penisku. Penisku semakin lama semakin tegang. Ia
mengkombinasikan permainannya dengan mengocok, menjilat, mengisap dan
mengulum penisku. Kupegang erat kepalanya dan kugerakkan maju mundur
sehingga mulutnya bergerak mengulum penisku. Tangannya meremas pantatku
dan menarik celana dalamku yang mengganggu gerakannya. Kurasakan
mulutnya menyedot dengan kuat sampai penisku terasa ngilu.

Kuangkat tubuhnya dan kulucuti celana dalamnya. Kaus tipisnya masih
kubiarkan tetap di badannya. Sebuah keindahan tersendiri melihatnya
dalam kondisi polos di bagian bawah dan kausnya masih melekat. Belahan
payudaranya yang besar membayang di balik kaus tipisnya. Kini aku yang
jongkok di depannya dan mulai menjilati dan memainkan clit-nya.
Vaginanya punya bibir luar yang agak melebar. Warnanya kemerahan. Ia
terguncang-guncang ketika clitnya kujilat dan kujepit dengan kedua
bibirku. Beberapa saat kami dalam posisi begitu. Tangan kirinya memegang
kepalaku dan menekankan ke selangkangannya. Tangan kanannya meremas
payudaranya sendiri.

Aku bangkit berdiri dan bermaksud melepas BH-nya. Kucari-cari di
punggungnya tetapi tidak kutemukan pengaitnya.

"Di depan.. Buka dari depan," Wati berbisik.

Rupanya model BH-nya dengan kancing di depan. Kuremas kedua dadanya
dengan lembut. Tanganku sudah menemukan kancing BH-nya. Tidak lama
dadanya sudah terbuka. Putingnya yang coklat membayang di balik kausnya.
Kugigit dari luar kausnya dan Wati mengerang.

Penisku di bawah yang sudah berdiri melewati garis horizontal mulai
mencari sasarannya. Tangannya mengocok penisku lagi dan menggesekkannya
pada vaginanya. Kucoba memasukkannya sekarang, namun meleset terus.
Kuangkat sebelah kakinya dan kucoba lagi. Tidak tembus juga. Mulutku
masih bermain dengan puting di dalam kausnya. Wati kelihatannya tidak
sabar lagi dan dengan sekali gerakan kausnya sudah terlempar di sudut
kamar. Tanganku mengusap gundukan payudaranya dan meremas dengan keras
namun hati-hati. Ia menggelinjang. Mulutku menyusuri bahunya dan melepas
tali BH-nya sehingga kini kami dalam keadaan polos.

Karena sudah gagal berkali-kali mencoba untuk memasukkan penis dalam
posisi berdiri, kudorong dia ke arah ranjang dan akhirnya kudorong dia
rebah ke ranjang. Saat itu aku mulai kepanasan karena gairah yang
timbul. Lalu aku menerkam dan memeluk Wati. Perlahan-lahan ia mulai
mengikuti permainanku. Kutindih tubuhnya dan kuremas pantatnya yang
masih padat.

"Anto.. Kumohon please ayo.. Masukk.. Kan!"

Tangannya meraih kejantananku dan mengarahkan ke guanya yang sudah
basah. Aku menurut saja dan tanpa kesulitan segera kutancapkan penisku
dalam-dalam ke dalam liang vaginanya.

Kami saling bergerak untuk mengimbangi permainan satu dengan lainnya.
Aku yang lebih banyak memegang peranan. Ia lebih banyak pasrah dan hanya
mengimbangi saja. Gerakan demi gerakan, teriakan demi teriakan dan
akhirnya kamipun menggelosor lemas dalam puncak kepuasan yang tidak
terkira.

Setelah sejenak kami beristirahat, kami saling melihat keindahan tubuh
satu sama lain gairahku mulai bangkit lagi. Aku memeluknya kembali dan
mulai menjilati vaginanya. Dan kemudian memasukkan penisku yang sudah
kembali menegang.

Aku menusuk vaginanya, crek.. crek.. crek.. crek.. crokk .. Berulang
kali. Ia pun mendesah sambil menarik rambutku. Kami saling bergoyang,
hingga tempat tidur pun terasa mau runtuh dan berderit-derit. Setelah
hampir setengah jam dari permainan kami yang kedua kali, Wati mengejang
dan vaginanya terasa lebih lembab dan hangat. Sejenak kuhentikan
genjotanku.

Kini aku kembali menggenjot vagina Wati lagi. Kami berdua bergulingan
sambil saling berpelukan dalam keadaan merapat. Kuputar badannya
sehingga dia dalam posisi pegang kendali di atas. Kini dia yang lebih
banyak memainkan peranan. Akhirnya aku hampir mencapai puncak dari
kenikmatan ini. Kutarik buah zakarku sehingga penisku seolah-olah
memanjang.

"Wati, kayaknya aku nggak tahan lagi, aku mau keluar".

Akhirnya tak lama kemudian kami mencapai titik puncak. Aku keluar duluan
dan tak lama Watipun mendapatkan puncaknya dengan menikmati kedutan pada
penisku. Setelah itu kami terbaring lemas, dengan Wati memelukku dengan
payudaranya menekan perutku.

"Wati terimakasih untuk saat-saat ini"
"Nggak usah To.. Wati yang terimakasih karena, Wati nggak menyangka kamu
sungguh hebat. Wati nggak nyangka kamu punya tenaga yang besar. Wati
tadi hanya berharap menikmati permainan dengan cepat karena tadi siang
pijatanku sudah kuarahkan agar kita bermain dengan cepat".

Kami tertidur berpelukan dan setelah pagi harinya kami bercinta untuk
ketiga kalinya, dan kuakhiri dengan tusukan yang manis, kami saling
membersihkan badan dan pulang. Kuantar ia sampai di depan gang rumahnya.

Ketika beberapa hari kemudian kucari dia di tempat kerjanya, tidak
kudapati lagi dirinya. Kata Mbak yang jaga di depan dia pulang kampung
dan tidak kembali lagi. Ditawarkan temannya yang lain untuk memijatku,
namun aku tidak berminat dan langsung balik kanan, back to Batavia

2 comments:

dhef said...

Blog yang saya cari Setelah seharian bekerja buat melepas penat?? ditambah cerita diblog ini yang menggelikan, heheheh tks iformasinya!! bagaimana kalau setelah anda spa anda mencoba permainan 338a

dhefrend said...

waow!!! ati2 jangan pake hati gan, hhe


kirim mobil